LOGO KAMI

LOGO KAMI

Laman

Rabu, 20 Maret 2013

Salib: Cerminan Isi Cinta Allah Oleh: Fr. Evendi Sihombing*

 

imageAku adalah seorang katolik tulen. Dalam perjalanan hidupku setiap hari aku selalu membawa sebuah salib kecil di saku. Salib itu mengingatkanku selalu bahwa aku adalah seorang katolik.

Salib kecil yang selau kubawa kemanapun aku pergi, bukanlah sebagai jimat atau obat penawar ataupun mantera supaya aku selalu mengalami nasib yang baik. Salib kecil yang selalu kubawa itu bukan pula digunakan supaya aku terlindung dari segala gangguan atau marah bahaya.

Bagiku salib ini bukanlah sebagai tanda untuk diperlihatkan atau dipamerkan kepada orang lain, melainkan karena salib itu menggambarkan tentang ringkasan yang sangat mendalan antara saya dan Yesus Kristus Penebusku .

Ketika aku mengeluarkan salib itu dari saku, ia telah mengingatkan aku betapa aku telah ditebus-Nya dengan harga yang sangat mahal. Untuk membayar itu saya merasa tak mampu, karena bayaran akan tebusan itu bukanlah bayaran duniawi, melainkan bayaran surgawi, karena Dia menebus umat-Nya dengan Cinta Sejati yang tak ada duanya.

Melalui salib itu, aku teringat bahwa aku telah dicurahi dengan berkat dan rahmat-Nya yang melimpah. Walau saya terkadang melupakan-Nya atau tidak merasakan sentuhan isi Cinta-Nya, hal itu terjadi karena aku kurang menyadari kehadiran-Nya dan merasakan Kasis Cinta-Nya.

Sebuah Refleksi Kecil

Dalam pergumulan hidup ini, saya semakin mengerti, memahami dan menyadari betapa Allah merendahkan diri-Nya dengan mengorbankan Sang Putera demi keselamatan segala ciptaan-Nya. Namun hal itu kerap kali kurang dimengerti oleh kita, sehingga kita menganggap bahwa penderitaan yang dialami Oleh Sang Putera adalah suatu tindakan yang kurang masuk akal dan tindakan yang bodoh. Namun, walaupn demikian Allah tetap setia dan tidak menuntut bayaran atau jasa. Allah juga tidak mau meninggalkan kita, walau kita terkadang menjauh dari-Nya, tetapi Dia berusaha untuk selalu dekat pada kita.

Mungkin karena sikap acuh tak acuh, masa bodoh, dan tidak mau tahu sering menyelimuti hati dan budi kita, membuat kita sulit untuk mengerti logika salib. Logika salib adalah logika cinta kasih Allah. Dalam misteri salib tersingkap rahasia cinta Allah akan ciptaan-Nya. Melalui penyerahan diri yang total, Allah tidak menuntuk supaya kita membalas kembali jasa-Nya, tetapi Dia memberi diri secara utuh dan gratis. Allah yang menjadi miskin dengan bebas dan leluasa memberi diri-Nya kepada kita.

Mungkin juga saya dan kita semua menganggap bahwa jalan salib yang dilalui Yesus adalah suautu kebodohan dan juga sebagai batu sandungan serta mengatakan bahwa kekalahan berada di pihak Allah. Tetapi, kita lupa bahwa jalan salib adalah jalan yang menjanjikan kemenangan abadi dan kunci segala kehidupan. Kemenangan abadi yang menyediakan tempat kebahagiaan di surga.

Santo Bonaventura memberi kesaksian demikian: Yesus tersalib dengan menundukkan kepala-Nya, menantikan engkau dan Ia hendak menciummu; Ia merentangkan lengan-Nya karena Ia hendak memelukmu; tubuh-Nya terentang Ia hendak memberi diri-Nya secara total kepadamu; kaki-Nya terpaku di salib Ia hendak terdiam di sana; mata-Nya terbuka karena Ia hendak menyambut kedatanganmu.

Salib sebagai cermin kesempurnaan. Di hadapan cermin kita dapat melihat bagaimana ekspresi wajah, bentuk tubuh, warna kulit dan sebagainya. Melalui Cemin Ilahi, kita dapat memandang kemanusiaan kita, yakni kodrat kita sebagai citra Allah. Cermin salib memantulkan makna terdalam dari isi cinta Allah. Di sisi lain kita sering melawan kehendak-Nya, tetapi Allah tetap memberi kekuatan supaya kita selalu berharap kepada-Nya dan kita dimaafkan dan diterima kembali di pangkuan-Nya. Kita rapuh dan rentan, tetapi sekaligus kuat karena disembuhkan oleh berkat-Nya. Kita sering gelisah karena tantangan maut membanyangi hidup, namun Dia menjajikan pengharapan akan hidup kekal.

Sahabat PETRA yang terkasih, di sini kutitipkan sebuah doa dari St. Josef Pignatelli, SJ. Semoga doa ini bisa menolong kita untuk berserah diri seutuhnya kepada penyelenggaraan rencara-Nya dan dalam menjalani jalan salib hiup kita.

“Tuhanku, entahlah apa yang akan terjadai padaku hari ini.

Tetapi aku tahu pasti, tak ada sesuatu yang dapat terjadi padaku yang tidak

Engkau ketahui sebelumnya, yang tidak Engkau putuskan terlebih dahulu yang tidak

Engkau takdirkan dari sejak awal keabadian.Itu cukup bagiku.

Aku sembah rencana abdi-Mu yang tak terterawang kekuatan benak kepala.

Kepada rencna-Mu aku berserah sepenuh hati,

aku mendambakan, aku menerima segalanya

dan aku persatukan kurbanku dengan kurban Yesus Kristus,

Sang Juru Selamat Ilahi dalam nama

dan berkat jasa-jasa-Nya yang tak ingat batas.

Aku mohon kesabaran dan pengadilanku

dan ketaatan sempurna serta penuh

kepada segala yang telah aku terima dari perkenaan-Mu. Amin”.

(St. Josef Pignatelli, SJ)

 

* Penulis adalah calon imam Keuskupan Sibolga, Tingkat I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar