LOGO KAMI

LOGO KAMI

Laman

Rabu, 20 Maret 2013

“Antara aku dan Dia” Oleh : Fr. Jonson*

 

clip_image002Kala itu hujan lebat mengguyur kota dan selokkan-selokkan penuh dengan air dan cuaca begitu mendung sehigga seluruh tubuh terasa dingin sekali. Sudah begitu angin meniup dari arah utara begitu kencang sehingga bumi seakan getar dan dunia kiamat tiba. Aryanti seorang gadis cantik rupanya terlihat bingung dan tidak tahu harus buat apa. Hatinya gelisah tak karuan dan tiba-tiba seorang kakek yang basah kuyup mengetok pintu rumahnya minta tolong agar ia menumpang di rumahnya. Kakek tua itu tampaknya tak tahan lagi dingin yang sudah melumat seluruh tubuh yang sudah keriput dan lusuh. Aryanti bingung melihat kakek tua yang tidak dikenalnya itu. Ia sama sekali tidak tahu dari mana asal kakek tua itu. Tetapi melihat kondisi tubuhnya itu Aryanti tak kuasa melihat kakek itu tinggal dalam dalam kedinginan. Segera Aryanti mempersilakan kakek itu duduk lalu, ia mengambil pakaian yang ada di lemari yang tidak jauh dari ruang tamu rumahnya. Baju itu merupakan baju almahum Ayahnya yang tidak dipakai lagi sebab Aryanti anak tunggal dan ibunya juga sudah meninggal sehingga ia berjuang seorang diri untuk mempertahankan hidupnya. Diambilnya baju dan celana almarhum ayahnya dan memberikannya kepada kakek tua itu.

Selang beberapa waktu Aryanti menjadi penasaran dengan kakek tua itu dan mencoba untuk bertanya mengenai identitas kakek tua itu. Kakek kalau boleh Aryanti tahu ; nama kakek siapa? “kakek itu menjawab dengan suara serak dan pelan’ nama kakek....George Halim” , lalu kakek asalnya dari mana? Aryanti, aku tahu kamu mungkin penasaran. Kakek tidak punya apa-apa, tempat tinggal juga tidak punya, dan bahkan keluarga pun tidak ada. Lalu selama ini bagaimana hidup kakek ? Aryanti aku ini seorang pengembara. Aku tidak punya apa-apa dan aku hanya hidup dari belaskasih dan cinta orang lain. Aryanti memberinya minuman dan mempersilakan kakek minum biar badan kakek sedikit hangat. Setelah percakapan beitu lama di antara keduanya, kakek tua itu mohon pamit dan berkata; terima kasih Aryanti kamu anak yang baik dan murah hati, aku tidak bisa membalas kebaikanmu dan semoga Tuhan memberkati dan membalas budimu. Terimakasih Kek,,,, Kek.... ini sedikit ongkos tuk kakek di jalan. tidak seberapa tapi paling tidak aku memberi dengan tulus. Kakek itu menolak sebab sudah begitu banyak yang diterimanya. Tetapi Aryanti empati melihatnya sudah tua lagi tidak punya apa-apa. Selamat jalan kek...

Hujan pun berhenti, hati Aryanti merasakan sesuatu yang lain. Kehadiran kakek itu membuat ia bertanya-tanya dalam hati “siapa sebenarnya kakek tua itu”? ia mencoba kembali pintu dan melihat kakek tua itu tetapi tidak tampak lagi. Aku merasa bersalah sebab mengapa aku tidak menahannya untuk tinggal di rumah ini. Arnyati sudah terlambat”, “katanya keluh”. Pengalaman ini mengugah hatinya dan ia mulai terbuka hatinya untuk melayani orang lain. Ia berpikir hidup ini lebih berharga jika memberi apa yang dimilikinya kepada orang lain. Hidup ini bukan hanya untuk dinikmati sendiri melainkan untuk kebahagiaan orang lain juga. Inilah arti hidup menurut dia. Mulai saat itu hatinya tergerak oleh belaskasihan dan memulai untuk berbagi dengan orang lain. Ia memandang orang lain bagian dari dirinya sendiri. Maka tidak ada kata terlambat jika harus memulai saat ini. Pengalaman bersama kakek tua itu meneguhkan keinginannya untuk mencintai orang lain. Ia membangun komitmen untuk melayani sesama yang miskin, kaum marginal, dan yang tak diperhitungkan. Untuk menuangkan rasa belaskasihnya itu ia masuk suatu perkumpulan asosiasi yang bergerak di dunia pelayanan bersama orang lain yang sudah lebih dulu darinya.

Ia rela meninggalkan segalanya demi orang lain, termasuk cinta sejatinya Andrew yang selama ini mendukung dia, menjaga ia dan memberikan yang terbaik kepadanya. Sebelum masuk dalam perkumpulan itu ia minta restu dari kekasih hatinya, Andrew yang saat itu sedang menyelesaikan kuliahnya diuniversitas ternama di kotanya. Hati Andrew merasa kecewa atas pilihannya kekasihnya. Aryanti aku kecewa dengan kamu, “katanya”. Aku selama ini berharap kita berdua kelak hidup bersama. Apa yang kurang dalam diri aku, dan ..... Andrew please, seru Aryanti! “aku bukan tidak mencintai kamu”, aku sangat menyayangi kamu bahkan aku sempat berpikir kalau aku tidak berarti tanpa kamu. Kamu sudah memberikan yang terbaik untuk aku, orang lain dan aku pikir itu semua persembahan dan bakti kamu untuk aku dan semua orang. Dengan aku memilih seperti ini bukan berarti aku meninggalkan kamu. Aku tetap mencintai kamu. “Maafkan aku, Andrew”. Aryanti....Aryanti....Aryanti..., ya Tuhan apa yang harus aku lakukan, peluh Andrew. Sejenak ia merenung...Ok, kalau itu memang pilihan kamu, jalankan itu dengan baik dan biarlah ini kutanggung. Aryanti, aku mencintaimu. mulai ssat itu Aryanti mejalani dunia baru. Perjumpaan dengan kakek tua menjadi inspirasi bagi Aryanti untuk mempersembahkan dirinya untuk kebahagiaan orang lain.

Aryanti kini bagian dari kelompok asosiasi itu dan menjalani hidupnya sendiri. Ia tidak menikah demi Allah. “Cinta kepada Allah dalam diri sesama lebih membahagiakanku dari pada mencintai diri sendiri”. Ya Tuhan terimalah aku, sebab aku ini milik-Mu. Aku telah meninggalkan segalanya dan kini aku mau Engkaulah yang hidup dalam diriku agar aku hanya mencintaimu. Aku tidak membeci dunia sebab aku berasal dari dunia dan hidup di dunia dan mulai saat ini kuserahkan duniaku pada-Mu.

* Penulis adalah calon imam Keuskupan Sibolga, Tingkat II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar