LOGO KAMI

LOGO KAMI

Laman

Rabu, 20 Maret 2013

Iman Tak Akan Pernah Hilang Oleh : Fr. Lukas Ade Putra Sinaga*

 

clip_image002“Veta , ayo bangun terus mandi,” teriak ibu memulai minggu pagi itu. “Iya bu, ini juga sudah bangun,” sahut Veta sambil membawa handuk dan menuju ke kamar mandi. Begitulah awal kegiatan setiap minggu, ibu membangunkan Veta untuk bersiap-siap pergi ke gereja karena ada Perayaan Ekaristi. Sejak suaminya meninggal, ibu selalu menjaga dan merawat Veta dengan baik. Walaupun Veta masih duduk di bangku kelas satu sekolah dasar, tetapi ibu sudah mulai menanamkan Iman Katolik kepada Veta melalui doa, gereja, terutama Perayaan Ekaristi dan kegiatan iman lainnya, sesuai dengan pesan suaminya dahulu.

“Ibu, ayo cepat, nanti terlambat,” rengek Veta kepada ibu yang sedang mengunci pintu rumah. “Iya sayang, sudah selesai kok ayo berangkat.” Sambil memegang tangan ibu, Veta mulai berjalan menuju gereja dengan gembira sambil bernyanyi riang.

Semakin lama, imannya terhadap katolik semakin besar dan sejak kelas lima bukan lagi ibu yang membangunkan Veta, tetapi dia yang membangunkan ibu. Bukan hanya datang untuk mengikuti kegiatan sekolah minggu atau Perayaan Ekaristi, tetapi Veta sudah mulai aktif di gereja, serta bergabung dalam putra-putri altar di gerejanya. Semakin mengenal imannya semakin membuatnya semangat dalam kegiatan iman, bahkan ia sempat mengutarakan niat untuk menjadi seorang biarawati.

Karena keterbatasan ekonomi, saat lulus sekolah dasar Veta terpaksa pindah ke kota tempat adik ibunya yang memiliki kondisi ekonomi lebih baik, tetapi ia tidak beragama Katolik. Selama di sana, Veta mulai menjauh dari agama katolik dan sudah jarang pergi ke gereja. Awalnya memang tidak terlalu sering bolos dari gereja, tetapi karena jarak rumah ke gereja yang jauh, ditambah lagi semakin banyaknya kegiatan sekolah dan kelompok belajar pada hari minggu, ia jadi jarang ke gereja.

Saat SMA, kejauhan Veta pada iman katolik semakin diperparah ketika ia mulai mengenal lawan jenis. Banyak dari teman-temannya yang menyukainya, sehingga Veta mulai mempunyai seorang pacar yang sungguh disayangkan bukan beragama Katolik. Semakin lama mereka berpacaran, semakin hilang juga iman katoliknya dan semakin jarang mengikuti kegiatan gereja. Ade pacarnya sering mengajak Veta jalan-jalan pada hari minggu agar tidak pergi ke gereja. Mulai dari saat itu, Veta hanya ke gereja saat pulang ke kampung dan pergi bersama ibunya. Tetapi kebiasaan malas ke gereja sudah semakin parah, sehingga sekarang ibu perlu tenaga lebih untuk membangunkan Veta agar siap-siap ke gereja. Bahkan untuk berdoa pun Veta terkadang lupa dan ibu perlu mengingatkannya.

Suatu ketika saat sedang berjalan-jalan dengan pacarnya, mereka melewati sebuah gereja yang saat itu sedang mengadakan Devosi Jalan Salib di sekeliling gereja. Di depan gereja, Veta melihat seorang anak berjalan dengan gembira menuju gereja sambil bergandengan tangan dengan ibunya. Hal itu seolah-olah mengubah dirinya dengan seketika. “Ade, kita pulang yuk!” pintanya kepada pacarnya yang sedang mengendarai sepeda motor. “Memangnya kenapa? Katanya tadi bosan di rumah dan mau jalan-jalan.” Jawab Ade yang heran dengan perubahan Veta. “Kayaknya aku sedikit pusing, jadi pulang aja yuk,” jawab Veta yang sedikit berbohong. Tanpa bertanya-tanya lagi Ade langsung mengantar Veta pulang.

Di rumah, Veta langsung masuk ke kamar, mengurung diri dan menangis. Ia terbayang saat-saat ia kecil dulu. Ia mengingat betapa bahagianya ia dulu saat bersama ibu menuju ke gereja. Betapa bahagianya mengikuti kegiatan sekolah minggu, mengikuti putra-putri altar dan semua kegiatan gereja. Berjalan, tertawa, bercanda dan bernyanyi bersama. Semua yang telah diberikan ibu kepadanya muncul kembali dan serasa memberikan kehidupan baru karena kebahagiaan yang lama terungkapkan kembali. Veta kembali merindukan saat-saat bersama ibunya.

Iman yang telah ditanamkan oleh keluarganya (secara khusus ibunya) tidak pernah hilang dan tidak pernah tergantikan. Bentukan iman yang diberikan sejak kecil sangat membantu pertumbuhan Veta dan kemampuannya untuk menjaga diri. Seenak dan seindah apapun hal lain tak ada yang dapat menutupi, menggantikan atau mematikan iman tersebut. Veta benar-benar bersyukur sejak kecil ibu membimbing dia.

Mulai saat itu, saat liburan ibu terkejut dengan perubahan besar yang ditunjukkan oleh Veta kepadanya. Veta kembali bersemangat untuk mengikuti kegiatan gereja dan dengan cepat membangunkan ibunya untuk ke gereja. Bukan hanya di kampung saja, tetapi di kota Veta tetap rajin ke gereja, mulai bergabung dengan kumpulan mudika yang ada di sana dan mempunyai banyak teman baru, yang seiman tentunya. Walaupun keinginannya saat kecil ingin menjadi biarawati tidak terwujud, tetapi setidaknya sekarang Veta memiliki seorang pacar yang beragama katolik. Ibu bersyukur karena ia dapat menjaga Veta dengan baik. Iman yang ditanamkan ibu sejak kecil ternyata sangat berguna bagi perkembangan pribadi Veta dan iman yang ditanamkan dari kecil tak akan pernah hilang. Walaupun pernah berkurang, namun kembali tumbuh dan pada akhirnya iman itu akan mengembalikan pribadinya kepada Sang Pencipta.

 

* Penulis adalah calon imam Keuskupan Agung Palembang, Tingkat I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar