LOGO KAMI

LOGO KAMI

Laman

Rabu, 20 Maret 2013

Happy Birthday Jesus Oleh : Blasi Doren*

 

clip_image002“Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia, serta mulia, serta mulia”. Begitulah seuntaian lagu yang sering saya lantunkan saat merayakan hari ulang tahun teman-teman dan semua anggota komunitas Seminari tinggi St. Petrus.

Sudah menjadi kebiasaan di Seminari Tinggi merayakan hari ulang tahun bersama. Seusai perayaan Ekaristi akan rame orang bersorak-sorai di kamar makan jika waktu itu ada yang berulang tahun. Ritus salam-menyalam pun dijalankan. Bahkan dibebaskan oleh presidium untuk ‘sukacita ria’ dari silentium magnum yang menjadi aturan seminari seusai Ekaristi pagi. Mondar-mandir orang berjalan mengitari si Pestawan. “Yah, begitulah namanya juga pesta ulang tahun. Ini sekali setahun kawan. Kapan lagi kayak gini di sini”, cetusku dari meja makan.

Ulang tahun itu menyenangkan jika dirayakan bersama. Apalagi di sana ada kue ulang tahun beserta lilinnya. Wah, sungguh luar biasa kan? Tapi ingat, yang terpenting bukan kuenya tapi menurutku kebersamaan itulah yang utama. Katanya awal dari keluarga itu ialah kebersamaan. Benar nggak? Jawab sendiri.

Gereja mulai dihiasi dengan berbagai macam bunga. Orang-orang sibuk ke sana ke mari mempersiapkan segalanya. Pagar-pagar diperbaiki dan diberi cat agar kelihatan cantik. Paduan suara dan musik mulai terdengar dari atas loteng gereja. Pokoknya situasi dan lingkungan gereja terpelihara dengan baik. Memang ada apa sebenarnya, ya?

Rupanya itulah yang menjadi kebiasaan di hari Natal. Natal adalah hari kelahiran Yesus. Itu artinya saat itu Yesus merayakan hari ulang tahun-Nya. “Wah, special kali ya ulang tahun Yesus. Saya jadi iri nih”, komentar nalarku. “Yah, kalo iri berarti buatlah seperti Yesus biar dicintai semua orang. Liat tuh, ulang tahun Yesus dirayakan oleh semua orang Kristen di seluruh dunia, sanggah hatiku. “Iya ya”, jawab nalarku. Itulah percakapan singkat antara nalar dan hatiku saat menulis refleksi atas hari ulang tahun.

Sebenarnya yang mau saya sampaikan di sini adalah soal kebersamaan sebagai satu keluarga. Kebersamaan itu bukan sekedar duduk-duduk nongkrong di pinggir jalan terus buat keributan sambil minta duit secara paksa. Kebersamaan juga bukan sekedar cerita-cerita doank tanpa muatan. Bukan ngobrol membahas kejelekan dan keburukan orang lain. Tetapi kebersamaan yang dimaksudkan di sini adalah kebersamaan dalam satu iman, satu keluarga yakni keluarga Kristus.

Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi 2:1-11 menasihatkan supaya bersatu dalam Kristus. Bersatu dalam Kristus itu berarti satu dalam Kasih, satu jiwa, satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia (Flp 2:2). Hal ini menunjukkan bahwa kita diajak oleh Paulus untuk selalu bersatu dalam iman, seperasaan dan sepenanggungan. Yesus sendiri pernah bersabda,”Jika dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku hadir” (Mat 18:20). Kehadiran Yesus di tengah-tengah kita membawa sukacita dan damai, bukan pertentangan dan benteng pemisah. Sebab percumalah bagiku hidup bersama namun terdapat jarak di antara kita. Apalah arti hidup berkomunitas itu jika ada jurang yang membatasi?

Yesus lahir sudah biasa, bukan? Semuanya akan menjadi luar biasa jika kita memaknai momen berahmat ini. “Sang Raja Damai”, demikianlah tema Natal yang sering digemakan setiap tahun. Namun apa makna Damai bagiku? Menjadi pembawa damaikah aku?

Seorang gadis cilik berlari dari halaman rumahnya menuju gereja. Ia amat tergesa-gesa. Ada sesuatu yang dibawanya. Namun sepertinya ia sembunyikan dibalik gaun indah yang dibelikan ibunya. Setibanya di gereja ia berdiri sejenak di ambang pintu masuk utama gereja itu. Nafasnya masih terengah-engah. Ia masih terpaku dan terpaku di ambang pintu itu. Entah mengapa ia kelihatan seperti menunggu sesuatu.

Semenit kemudian tangan kanannya memberi perintah untuk membuat tanda di dahi, di dada dan di bagian pundak kedua tangannya. “Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus, Amin”, suara sayu keluar dari mulutnya. Pada saat yang sama lonceng gereja berbunyi nyaring, bergema berkali-kali. “Glo…oo..oo..ria in ex celsis Deo”, terdengar merdu paduan suara dari anggota koor. Si gadis cilik kemudian berlangkah maju menuju ke suatu tempat di sudut sana dekat altar.

Kini ia mulai meletakan apa yang ia bawa sepanjang perjalanannya tadi. Di samping kanan patung bayi Yesus itulah ia meletakkan secarik kartu ucapan. “Happy Birthday Jesus”, itulah tulisan yang sengaja dibuatnya dengan ukuran font yang lebih besar. Namun ada juga kata-kata lain yang mengitari ucapannya tadi. Demikian bunyinya: “Semoga mama dan papa bisa bersama lagi”.

Setiap orang tentu punya harapan masing-masing. Harapan akan masa depan yang lebih baik. Harapan akan hidup rukun dan damai, hasil panen yang melimpah, gaji yang besar, nilai yang baik, dan lain-lain. Harapan kita itu haruslah selalu tertuju kepada Allah. Hanya Allah yang dapat memenuhi harapan kita. Kita tidak hanya berharap begitu saja. Berharap perlu dibarengi dengan perbuatan. Perbuatan harus disertai dengan iman. Sebab iman tanpa perbuatan menurut Rasul Yakobus adalah mati (Yak 2:20). Saya yakin bahwa kebersamaan dalam iman membuat kita semakin bersatu dalam kasih dan pengharapan.

* Penulis adalah calon imam Keuskupan Agung Medan, Tingkat III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar