LOGO KAMI

LOGO KAMI

Laman

Rabu, 20 Maret 2013

Pengorbanan Nenek Oleh : Fr. Anselmus Efrizal Harris Tampubolon*

 

clip_image002Aku lahir sebagai anak tunggal dari pasangan suami isteri yang sederhana. Ayah dan ibuku hidup bahagia sebelum kelahiranku. Kebahagian mereka bertambah ketika aku lahir. Sekarang aku adalah seorang remaja yang tidak mempunyai ayah dan ibu. Ayah dan ibuku bercerai ketika aku berusia lebih kurang 2 tahun. Menurut nenekku ayah dan ibu bercerai karena ibu tidak tahan dengan tingkah laku ayah. Ayah berubah menjadi seorang yang suka bermain judi dan mabuk-mabukan, bahkan ayah mau memukul ibu.

Sekarang aku hidup bersama dengan kakek dan nenekku. Mereka adalah kakek dan nenek sekaligus ayah dan ibu bagiku. Setelah perceraian dengan ibu, ayah membawa aku. Terkadang aku minder dengan melihat orang-orang yang sebaya denganku yang mempunyai ayah dan ibu. Sedangkan aku hanya memiliki ayah.

Ketika aku masih SD, aku sering bertemu dengan ibuku. Nenek memperkenalkanku kepada ibu. Aku selalu melewati persimpangan rumah ibu ketika pergi maupun pulang sekolah. Disitulah aku bertemu dengan ibu. Ibu sudah menikah lagi dan sudah memiliki anak dari suaminya. Setiap berjumpa denganku, ibu selalu membawa anaknya. Ibu mengatakan kepadaku “Nak, ini adikmu”.

Aku sering menceritakan pertemuanku dengan ibu kepada nenekku. Aku mengatakan kepada nenek “Nek, tadi aku bertemu dengan ibu dan adikku”. Mendengar itu, nenek memelukku sambil menangis. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan nenek menangis. Nenek mengatakan kepadaku agar aku jangan sering-sering bertemu dengan ibu. Nenek takut kalau aku dibawah pergi oleh ibu.

Saat ini aku berusia 15 tahun dan aku tidak tahu di mana keberadaan ibu dan adikku sekarang. Saat aku berumur 12 tahun, ayahku meninggal. Ia meninggal secara tiba-tiba. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan ayah meninggal. Menurut keterangan dari nenek ayah jatuh di depan kamar nenek dan tak sadarkan diri. Walaupun ayah jahat kepadaku, aku sangat kehilangan dia. Sebelum ayah meningal, aku sangat takut melihat dan berjumpa dengan dia. Ayah tidak bekerja lagi. Ia di PHK karena tertangkap bermain judi dan minum minuman keras di tempat kerjanya.

Walaupun ayah di-PHK karena minum minuman keras, kebiasaan ayah itu tidak hilang. Ia semakin candu. Setiap hari ia harus minum minuman keras. Kalau tidak minum ia akan marah kepadaku dan kepada nenekku. Aku selalu disuruh untuk minta uang kepada nenek untuk membeli minumannya. Terkadang nenek tidak memberikan aku uang untuk membeli minuman ayah, akibatnya aku dimarahi bahkan dipukul oleh ayah. Ayah juga mengamuk kepada nenek. Ayah menghancurkan barang-barang yang ada di rumah nenek. Hal ini sering dilakukan ayah kalau permintaannya tidak diberikan. Aku merasa tertekan karena kelakuan ayah yang suka main tangan kepadaku. Aku selalu memaksa nenek untuk memberi apa yang diminta ayah, karena aku takut dipukul oleh ayah. Aku berdoa agar ayah diterima di sisi Bapa.

Akibat dari perlakuan ayah kepadaku, aku menjadi seorang yang nakal. Aku menjadi sering melawan kepada nenek, aku terpengaruh kepada teman-temanku, aku merokok sembunyi-sembunyi, aku mau membolos dari sekolah, aku mau mencuri untuk membeli rokokku, aku juga mau memakan uang sekolahku. Karena perbuatanku nenek sering menangis. Nenek mengharapkan agar aku mau berubah. Nenek sangat menghapkan agar aku tidak seperti bapak, agar aku menjadi orang yang baik, dan membawa nama keluarga.

Aku pernah membuat nenekku malu. Aku tertangkap mencuri. Aku dibawah ke kantor Polisi. Nenekku harus membayar semua yang aku curi. Aku juga pernah membuat nenek menjadi sangat terpukul. Suatu ketika sesampai di gerbang sekolah, temanku mengajak untuk bolos sekolah. Temanku itu mengajakku untuk pergi ke suatu tempat yang belum pernah kukunjungi. Kami pergi dengan menggunakan sepeda motor. Aku minta kepada temanku agar aku yang membawa sepada motornya. Tanpa helm kami berangkat ke tempat itu. Aku membawa sepada motor itu dengan sangat kencang. Karena kencang sepeda motor itu aku tak bisa mengelak lagi, kami menabrak mobil Fuso yang sedang berhenti di pinggir jalan. Kepalaku terbentur ke dinding mobil Fuso itu dan aku pingsan di tempat itu.

Nenekku mendengar kabar dari orang bahwa aku kecelakaan dan menurut orang itu aku tak akan tertolong lagi. Mendengar itu nenekku menangis sejadi-jadinya. Akibat dari kecelakaan itu, tengkorak kepalaku pecah dan banyak mengeluarkan darah. Aku dibawah ke rumah sakit. Dokter yang manangani aku mangatakan bahwa sangat kecil harapan aku bisa bertahan hidup. Nenekku pingsan mendengar pernyataan dokter itu. Kakekku berunding dengan keluarga mencari jalan terbaik untuk kesembuhannku.

Akhirnya aku dibawah ke rumah sakit yang berada di luar kota. Semenjak tabrakan sampai ke rumah sakit aku tak sadarkan diri. Dokter mengatakan bahwa aku harus dioperasi. Dokter mengatakan bahwa biaya operasinya sangat mahal. Nenek menangis karena tidak mempunyai uang untuk biaya operasiku. Demi kesembuhanku nenek menjual rumahnya untuk biaya operasiku. 2 minggu setelah operasi aku sadar dari koma. Nenek senang karena aku sadarkan diri. Akhirnya aku dapat sembuh.

Aku merasa bersalah kepada kakek dan nenek. Karena perbuatanku nenek menjadi susah. Untuk menyelamatkan nyawaku, nenek rela mengorbankan segalanya. Tuhan, terima kasih atas kakek dan nenekku yang Engkau berikan kepadaku sebagai pengganti ayah dan ibuku. Tuhan aku berjanji untuk tidak membuat nenekku menangis lagi. Aku akan berusaha untuk membuat nenekku bahagia.

* Penulis adalah calon imam Keuskupan Padang, Tingkat I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar