LOGO KAMI

LOGO KAMI

Laman

Rabu, 20 Maret 2013

Kualitas Iman Tergantung Pada Keluarga Oleh : Fr. Virgo Barutu

 

clip_image002Dalam keluarga saya dapat hidup dalam doa, pengorbanan, kesetiaan dan cinta kasih untuk Tuhan dan sesama sehingga dapat menumbuhkan iman akan Kristus.

Untuk mewahyukan Diri-Nya kepada kita dengan lebih penuh dan lebih lengkap, maka Allah bersabda kepada manusia dengan menggunakan keluarga sebagai sarananya. Gereja selalu menghormati keluarga sebagai Gereja kecil dalam memelihara dan menjaga iman yang ada di dalamnya. Di dalam keluarga, Gereja menemukan kekuatan dan dukungan iman yang dapat menuntun setiap keluarga beriman kepada Kristus.

Kebahagiaan dalam berkeluarga adalah dambaan setiap orang di zaman ini, dari usia yang muda sampai pada yang tua. Semua kegiatan ditujukan untuk memperoleh kebahagiaan dalam berkeluarga, mulai dari sekolah, bekerja, berdoa sampai dengan kegiatan sosial berbau pelayanan. Kebahagiaan berkeluarga adalah magnet yang menarik bagi kehidupan manusia. Meskipun begitu tidak berarti semua manusia dapat menemukannya. Ternyata masih banyak orang yang belum menemukan kebahagiaan yang sempurna dalam berkeluarga. Buktinya banyak rumah sakit bagi orang yang mengalami gangguan jiwa dan yang stress, depresi di mana-mana dan tindakan kekerasan dalam keluarga (KDRT). Untuk menemukan kebahagiaan tersebut dalam berkeluarga, salah satu yang paling penting untuk kita miliki adalah iman.

Bagaimana kualitas iman yang kita miliki dalam keluarga. Apakah keluarga kita turut ikut dalam pemeliharaan iman sehingga kita dapat memberikan diri seutuhnya kepada Allah. Kita memahami benar bahwa pengalaman keluarga akan cinta kasih yang berasal dari Allah merupakan ruang untuk mengembangkan spiritualitas keluarga, yaitu pilihan hidup untuk memenuhi panggilan kepada kekudusan seperti pola keluarga kudus di Nazaret. Di dalamnya Kristus menjadi pusat hidup. Spiritualitas keluarga yang berpusat pada Kristus hendaknya dikuatkan terus menerus dalam kegiatan rohani di keluarga seperti pergi bersama ke gereja, doa bersama saat makan, tidur maupun acara rohani lainnya. Kegiatan rohani yang paling mudah dilakukan adalah doa. Dengan doa kita dapat mengalami perjumpaan dengan Kristus melalui permohonan-permohonan.

Doa yang harus menjadi acuan hidup berkeluarga bagi kita adalah doa yang diajarkan Kristus kepada kita, yang dikenal dengan Bapa Kami (Mat 6:5–15//Luk 11:2–4) memuat pokok-pokok spiritualitas hidup berkeluarga. Orang tua menjadi guru doa dan sekaligus saksi nyata bagi anak-anaknya, contohnya adalah saya sendiri. Saya bersyukur karena saya memiliki orang tua yang memberi dan memelihara iman kami anak-anaknya. Kami selalu diajak untuk pergi ke gereja, doa bersama saat makan, ikut dalam kegiatan gereja dan lain-lain. Secara khusus saya sebagai anak pertama diajarkan untuk memberi contoh yang baik bagi adik agar mampu mengenal Gereja lebih dekat, misalnya saja ikut sebagai anggota mesdinar. Bagi saya dengan mengenal Gereja, dengan sendirinya akan menumbuhkan iman akan Kristus.

Keluarga menjadi “komunitas mistik”

Setiap keluarga katolik sebaiknya dijadikan sebuah “komunitas mistik”. Mistik berarti akrab dengan Allah, memiliki hubungan dengan Sang Pencipta melalui sikap hidup yang baik dan benar. Keluarga katolik dapat dinilai sebagai komunitas mistik bila keluarga itu akrab atau sangat dekat dengan Allah, keluarga adalah tempat pertama untuk membangun keakraban dengan Allah walaupun masyarakat luas di sekitarnya justru cenderung menjauh dari Allah. Iman mereka yang menjadikan semua anggota keluarga katolik dipanggil dan diutus untuk mengusahakan, memelihara, dan meningkatkan persahabatan dengan Bapa melalui perantaraan Kristus dan dengan bantuan Roh Kudus.

Karena itu, setiap keluarga harus berusaha mengajarkan anak-anaknya untuk terbiasa lebih dekat dengan Tuhan, melalui doa dan iman kepercayaan katolik. Misalkan: doa bersama, berdevosi, membaca Kitab Suci, dan buku-buku rohani lainnya. Dengan ini, setiap anak akan termotivasi terus-menerus mengembangkan iman mereka. Keluarga adalah tempat meletakkan dasar-dasar pendidikan. Maka tugas menyelenggarakan pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga yang utama. Keluarga mempunyai hak dan kewajiban untuk membentuk anak-anak menjadi pribadi yang dewasa. Di samping itu, sebagai suatu lembaga, keluarga wajib mempersiapkan anak-anak menjadi pribadi yang peduli terhadap masyarakat. Maka keluarga merupakan jembatan antara setiap  anak dan masyarakat. Semua anggota keluarga, masing-masing menurut kemampuan dan kharismanya, mempunyai rahmat dan tanggung jawab untuk membimbing anak-anak. Tetapi pendidik yang paling utama dan pertama bagi anak-anak adalah orang tua. Mereka telah menyalurkan kehidupan baru kepada anak-anak. Maka mereka jugalah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Mereka mempunyai kewajiban untuk membantu anak-anak agar berkembang sebagai pribadi yang matang.

Unsur paling mendasar yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam pendidikan anak adalah cinta kasih orang tua. Cinta kasih itu merupakan sumber, semangat, dan norma yang mengilhami dan mengarahkan iman. Di tengah-tengah kehidupan modern ini, orang tua dituntut untuk menanamkan nilai-nilai dan dasar iman kepada anak-anak. Melalui pendidikan itu hendaknya anak-anak dibantu untuk merasakan cinta kasih Allah, dan dibimbing untuk menanggapinya agar mereka semakin mengenal Kristus. Selain itu mereka perlu dilatih dan dibimbing agar melakukan dan memperjuangkan nilai keadilan dan cinta kasih sejati. Bila diperkaya dengan nilai-nilai tersebut, anak-anak akan mau dan mampu menghormati martabat setiap pribadi dan senang melayani tanpa pamrih.

Belajar dari keluarga Nazareth

Dalam setiap perayaan Natal, kita memperingati kelahiran seorang tokoh besar dalam sejarah, yakni Yesus Kristus yang digelari imanuel (Allah beserta kita). Kita akan melihat peran orang tua Yesus, yang menjaga dan memelihara Yesus hingga wafat-Nya. Yosef dan Maria adalah peengasuh Yesus, mereka harus menjaga dan memelihara Yesus seturut yang dikatakan oleh malaikat Tuhan, bahwa Yesus adalah Mesias, Putra Allah yang akan membebaskan manusia dari dosa. Walaupun mereka sudah tahu bahwa Yesus itu adalah Putra Allah, mereka tetap mendampingi Yesus agar Yesus taat beribadah ke bait Allah (sinagoga). Ini tampak saat Yesus selalu diajak oleh orang tua-Nya pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah(Luk 2:41).

Belajar dari kehidupan keluarga nazareth, keluarga kita harus memiliki hidup keluarga yang harmonis seperti keluarga nazareth. Orang tua harus berusaha mendampingi buah hatinya agar mampu mempertanggungjawabkan iman dalam hidup sehari-hari. Orang tua wajib menghadirkan Kristus kepada anak-anaknya melalui kepercayaan dan iman katolik, menyiapkan segala sesuatu yang perlu agar kualitas iman dalam keluarga terjaga. Jika keluarga tidak memperhatikan hidup iman anak-anaknya, maka kelak si anak akan mudah menyerah pada masalah yang menimpanya, si anak tidak memiliki pondasi yang kuat untuk menjalani hidupnya.

Iman bukan hanya sekedar keyakinan tetapi melebihi keyakinan. Keyakinan dapat memberi rasa aman tapi iman tidak selalu memberi kepastian dan rasa aman, sebaliknya iman akan seringkali memberi tantangan. Dengan iman kita akan selalu dikuatkan, menyandarkan hidup kita pada Kristus, Dialah satu-satunya yang memberi kita pertolongan saat kita goyah. Sebab iman bertujuan untuk membantu anak-anak menemukan jalan hidup dan memperoleh kesuksesan dalam hidup mereka. Imanlah yang menuntun anak-anak memiliki kepekaan dan cepat tanggap terhadap hidup dan lingkungannya. Mari kita memupuk iman bagi keluarga kita.

* Penulis adalah calon imam Keuskupan Agung Medan, Tingkat II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar